Jumat, 16 Oktober 2009

Our First Love story 2

OUR FIRST LOVE

A LIFE GO

 Ku letakkan tangannya di pipiku. Tangannya yang dulu kuat kini terkulai lemas tak berdaya. Perasaanku berkecamuk tak karuan. Dalam hati, aku ingin menangis. Menangis lagi, cepatlah air mata, keluarlah.. ini saat yang tepat untuk menangis. Kau tak perlu berpura pura menjadi orang yang kuat lagi. Untuk saat ini biarkan dirimu menjadi orang yang lemah. Biarkan diriku menjadi wanita sesungguhnya. Cepatlah menangis. Aku meringis dalam hati. Aku ingin menagis. Tapi air mataku tak bisa keluar. Jika aku berjanji tak akan menagis, aku tak akan mengingkarinya. Kau yang mengatakan hal itu padaku. Tapi ku mohon, bolehkah sekarang aku menagis.. ? aku ingin sekali menderita saat ini.. tapi.. apakah kau akan senang nantinya.. ?. Ku tatap wajahnya yang diam membisu. Tak ada lagi kerut kerut senyumnya kini. Aku tak akan melihat ekspresinya yang menjadi penopang hidupku yang suram lagi kini. Terlalu cepatkah ini ? Atau aku memang sudah buta akan waktu ?. Wajahnya tetap sama. Dingin. Namun kali ini berbeda. Jika sama, ia pasti akan memperlihatkannya lagi wajahnya yang ku suka, namun sekarang tidak tak akan pernah lagi. Ku kecup keningnya untuk terakhir kali. Ku usap kepalanya. Ia tak akan marah lagi jika aku mengusap kepalanya. Sebagai gantinya, ia tak akan membelaiku lagi. Wajahnya kini hanya diam. Tertidur pulas. Tak akan ada yang bisa membangunkannya lagi walau cuma sebentar. Tak terkecuali aku. Ku tatap sekeliling. Orang orang memandangku penuh prihatin. Menatapku penuh kesedihan. Menatap penuh kecemasan. Dan aku menatap mereka dengan kesedihan. Tak terlukis lagi jiwa tegar di diriku. Tapi masih tersisa gurai gurai kuatnya. Karena aku sama sekali tak bisa menitikkan airmata. Namun semua tau, aku kini benar benar terluka.

Kemarilah Sheila..” Hana merangkulku dan menggiringku pergi. Menyingkir dari tempat itu. Sesaat, kutatap dirinya untuk terakhir kalinya.

Menagislah Sheila.. itu yang ia mau sekarang.. tak ada seorangpun yang akan tegar pada posisimu..” Hana membelaiku. Ia memelukku erat. Aku tau, ia juga sangat kehilangan. Ia berusaha membuat aku kuat dengan menangis. Ku hargai kekuatanya menghiburku di tengah berkecamuknya perasaannya seperti perasaanku.

Hana.. terimakasih..” saat itu membuatku galau. Dan itu yang ku tunggu. Tanpa ragu, airmataku meluncur satu persatu di pelupuk mataku mulai membasuh pipiku.

Aku tak akan melihatnya lagi Hana.. tak akan lagi.. meski itu takdir.. ia tak akan ada lagi..” aku mendesah pelan.

Yang lebih baik akan datang Sheila.. tegarlah lagi seperti yang dulu..” ia mengusap pelan rambutku. Menenangkanku. Mataku banjir air mata. Aku baru menyadari, rasanya sangat meringankan jika menangis dengan orang lain. Tak lagi cuma menyimpannya.

Aku cuma bisa menyunggingkan senyum saat ia melepaskan pelukannya padaku. Bebanku memang masih banyak, namun ku hargai ia dapat menghapus sebagian kecil dari bebanku.


Rasanya aku tak punya pikiran lagi. Aku tak tau apa yang ku perbuat. Hana meninggalkanku untuk menenangkan diri. Aku mencoba untuk menahan apa yang akan ku teriakkan. Tanpa sadar, aku berjalan lunglai menuju lantai demi lantai. Setiap anak tangga yang ku lalui begitu tinggi bagiku. Mengingatkanku pada setiap fase hidupku. Setiap kenangan yang ku ingat tentangnya dan kenangan dirinya tentangku. Sebesar itukah aku menyukainya sekarang ? Penyesalanku tidak terlambat saat itu. Tapi kelegaan tetap tak akan ada di hatiku. Mengingat semua yang telah ia tinggalkan untukku. Dan mengapa semua itu harus selalu berakhir dengan cepat ?. Setiap orang yang berharga bagiku selalu tak akan bertahan lama. Termasuk juga dia, yang memang sudah pertama aku tau tak akan abadi bersamaku. Ia bukain kisah cinta romantic, namun kisah pergolakan di hidupku. Namun ia juga merupakan hidupku. Di tempat ini kami bertemu, dan di tempat ini pula kami berpisah. Tangga tangga itu ku daki begitu cepat. Membuat kau tau, waktu itu juga berjalan dengan sangat cepat. Tak ada hari esok untukku. Tak akan pernah ada. Pikiranku kalut. Tubuhku terasa melemah. Tenagaku hampir habis. Saat itu aku terbayang dirinya. Aku medapati diriku ada di lantai paling tinggi. Atap. Tidak.. aku tak akan mencoba membunuh diriku. Aku ingin lebih lama lagi mengenang dirinya. Tak akan ku biarkan kenangan dirinya terhapus begitu saja. Seperti yang selalu ia katakan padaku.. kau selalu yakin.. jadi jangan pernah putus asa.. atap itu tinggi. Gedung berlantai 7 itu seakan sudah mencapai awan ketika kita ada di atapnya. Atapnya kosong. Aku cuma melihat ada cucian seprai putih yang ada di sana. Tak lebih. Melihatnya, aku tak mengatakan romantis seperti yang ada di film, melainkan menyakitkan. Aku tau, kini aku menjelma menjadi wanita seutuhnya. Wanita yang lembut, melankoli, dan lemah.. aku mengakui jelas, aku adalah seorang wanita.. meski sosok yang lainnya, aku tak terlihat seperti wanita umumnya meski wujudku wanita asli. Sikapku terlalu tegar. Terlalu pemberani, terlalu mandiri. Dan tak memerlukan bantuan orang lain, juga keras. Namun sekarang, itulah sosokku. Wanita yang lemah..

Ku tatap ke bawah. Aku sedikit tersenyum. Entah apa yang ku pikirkan, aku sendiri tak tau. Entah karena sifatku memang pemberani karena tekanan mental, aku menaikkan diriku ke atas pembatas. Di ujung pembatas, tempat untuk duduk jauh lebih luas dan menjamin aku tak akan jatuh. Hembusan angin menerpaku dengan kuat. Tubuhku oleng. Air mata penuh membanjiri wajahku. Ia mengatakan aku cantik.. ia mengatakan aku kuat.. ia mengatakan aku lemah.. dan ia mengatakan mencintaiku.. untuk waktu yang sesingkat itu.. benar benar membuatku dapat tertawa sekaligus menangis dengan kenangannya.. angin begitu bisa melepaskan semua bebanku. Aku hanyut karenanya. Seakan aku benar benar sudah menyatu dengan angin. Tanpa sadar, aku merentangkan tanganku. Rasanya angin membuat aku terbuai dengan kelembutannya. Segar dan dapat sejenak membuat beban ku lepas.. tak apa meski cuma sebentar. Setidaknya bebanku lepas..

Aku harap kau tak berniat mengakhiri hidupmu” seseorang berada di sampingku. Melipatkan tangannya di atas pembatas. Aku meliriknya sebentar dan kemudian tersenyum memandang langit yang tinggi.

Aku tidak sebodoh itu” aku menatap langit dengan hampa. Wajahnya kini membayangi setiap tatapan mataku.

Kalau dengan posisi itu, kau akan terlihat seperti hendak bunuh diri..” ia juga menatap ke langit. “Dan kau.. ?” aku masih menatap lurus angkasa.

Menolong mu..” ia dengan santai mengatakan itu.

Matamu mengatakan kau juga mempunyai beban seperti aku, aku tau itu..”

Benarkah.. ? ketahuan ya.. ?” ia tersenyum kecil.

Kita memiliki problem yang sama”

Aku tertarik dengan burung yang sedang terbang bebas itu. Ingin ku raih namun tak bisa. Tanganku menggapai gapai udara kosong. Namun seolah aku berhasil menggapainya.

Sepupuku meninggal..” ia meletakkan tangannya di dagunya dan menatap kosong ke langit.

Pasti tak sekedar itu..” aku berhenti menggapai langit dan menatap lekat langit.

Ia orang yang ku cintai..”

Aku menatapnya lekat. Kemudian tertawa.

Kenapa tertawa.. ?” ia menatapku dengan heran.

Ya.. karena kita mirip...”

ORANG orang di tempat itu terlihat galau. Semuanya diam menatap nisan yang ada di depan mereka dan kemudian membubarkan diri satu per satu. Aku cuma menatap lurus nisan itu. Hana mengusap pelan rambutku. Ia berusaha menenangkanku. Setelah itu ia meninggalkanku dengan Wira. Ku tatap Hana dan Wira. Aku tersenyum. Setidaknya, mereka tak akan pernah bisa melupakan dia.. karena telah mempersatukan mereka. Namun juga membuat pedih mereka. Dan.. mengoyak hatiku. Aku tak tau apa yang akan ku ucapkan. Kepalaku benar benar kosong. Aku menatap sekeliling. Terlihat beberapa orang juga meninggalkan sebuah makam tak jauh dariku. Masih ada yang tetap bertahan di makam itu, seorang laki laki. Melihatnya, aku juga teringat akan diriku yang kini juga cuma sendiri. Berdiri lekat tak mau pergi dari gundukan tanah dan batu nisan itu. Ku tatap batu nisan itu.

REMEMBER”

Kata itulah yang membuat aku terdiam sejenak. Singkat. Namun aku ingat. Aku mengingatnya. Ia selalu mengatakan menyukai kata itu. Karena membuatnya mengingatku. Ia selalu mengatakan aku tak mudah di lupakan. Aku juga sangat menderita jika harus melupakanmu. Aku menitikkan air mataku dengan bebas. Aku tersedu sedu sepuasnya. Itulah untuk terakhir kalinya aku menangis.. aku berjanji aku tak akan menagis lagi.. karena aku kuat, aku wanita yang kuat, kau mendengarnya ?

Kau memang selalu ada di sekitarku..” suara dari belakang itu memecah keheningan suasana tangisku. Aku menengok, ku lihat laki laki itu lagi.

Yah.. begitulah..” ku usap batu nisan itu. Ku tatap lekat lekat tulisan demi tulisan yang tertera di sana.

Menyakitkan memang..” ia menghampiriku. Menatap dengan lekat nisan itu.

Ferdian.. dia orangnya.. ?” ia menatapku.

Ya..” aku tersenyum lembut.

Kau seperti orang tegar yang sudah melemah..” ia menegurku, untuk menyadarkan aku dari lamunan itu.

Aku tertawa kecil.

Kita memang mirip..” aku menatap gundukan tanah yang bertaburkan berbagai macam bunga itu.

Begitulah..” ia menegok kearah lain.

Makamnya ada di sana..” ia menunjukkan dengan wajahnya letak makam itu.

Aku menoleh seraya ingin tahu. Kemudian beranjak berdiri. Ku tatap lekat sekali lagi makam itu. Kemudian ku berikan senyumku yang paling manis untuknya.

Selamat tinggal Fer.. aku akan lebih baik sekarang..” aku melangkah meninggalkan makam itu. Hatiku memang terkoyak dan berteriak tak ingin meninggalkan makam tersebut, namun akal sehatku berkata lebih baik aku meninggalkan makam itu, daripada aku semakin tersiksa.


Aku berjalan menuju makam yang di tunjukkan olehnya. Ku tatap lekat sekali lagi makam itu. Diandra, nama yang tertulis di nisan.

Pasti orangnya ceria ya.. ? namanya mengesankan di begitu bersemangat..” aku mengusap nisan itu pelan. Dia meninggal di hari yang sama dengan Ferdi.

Begitulah.. dia selalu ceria dan bersemangat.. ia gadis yang sempurna, namun takdir berucap ia harus pergi.. bahkan aku pun belum sempat mengucapnya..” ia menatap lekat makam tersebut.

Kita tak akan tau kapan seseorang akan pergi meninggalkan kita..”

Selalu seperti itu” ia menatapku.

Tidak.. namun kehidupan mengatakannya.. kita mau apa.. ?” aku menatapnya lagi.

Benarkah itu ?” ia seakan serius menatapku.

Ya..” aku tersenyum penuh arti.

Aku beranjak dari makam itu dan berjalan menjauh meninggalkannya yang termenung di makam itu. Aku tau kepedihannya. Seperti apa yang ku rasakan kini. Tapi, perasaan itu kini mulai berangsur mereda dalam hatiku.. perasaan galau itu.

Gilang..” katanya kepadaku. Aku membalikkan badanku dan tersenyum.

Bisakah kita bertemu lagi.. ?” ia menatapku lekat.

Aku menatapnya dengan tersenyum.

Jika takdir mempertemukan kita, kita akan bertemu lagi..”

Seperti Ferdi katakan. Aku merasa, ia mirip denganku. Meski aku dan dia berbeda, namun kami memiliki kemiripan yang persis.

Ya..”

Aku tersenyum dan meninggalkan tempatnya berdiri. Aku pun memutuskan melihat kedepan. Meski bayangannya ada, namun aku akan kedepan.


Hari mulai hujan. Aku menatap ke luar jendela kafe tersebut. Ku lihat orang mulai berlarian menuju tempat berteduh. Kaca jendela kafe itu besar, aku dapat menatap setiap orang dengan jelas karena aku berada di balik kaca itu. Aku mengaduk aduk secangkir kopi yang ada di hadapanku. Ku ambil sebuah buku cerita yang tergeletak di sampingku. Aku membacanya sambil menikmati kopi di hari yang dingin itu. Rasanya dapat menghangatkan tubuh. Lonceng tanda pengunjung datang terus berdenting. Beberapa orang kutatap mulai memasuki kafe dengan basah kuyup. Mengambil tempat duduk, memesan minuman, dam menikmatinya seperti aku. Menyenangkan sekali.

Tak terasa, sepertinya kafe itu sudah penuh di hari yang dingin ini. Suasananya memang menghangatkan. Alunan musih slow yang di putar semakin membuat hangat suasana. Tempat duduk di kafe itu penuh rupanya. Aku masih saja santai menikmati kopiku. Dan melanjutkan membaca buku cerita itu. Dentingan lonceng berbunyi sekali lagi. Aku menatap ke luar. Hujan semakin lebat rupanya. pantas orang semakin mencari cari tempat berteduh. Ada beberapa orang yang nekat bermain hujan hujanan. Dan bisa ku tebak, ada juga yang melalui hujan dengan santainya, seolah hujan tak ada. Sudah pasti dapat di tebak, orang itu mendapatkan masalah.

Boleh aku duduk di sini ? Tempat duduk yang lain penuh..” ada yang menegurku dan sepertinya aku sedikit mengenal suara itu. Kemudian aku tersenyum menatapnya.

Ya.. silahkan saja..” aku mempersilahkannya duduk. Tempat duduk kafe itu memang besar, dan terdiri dari sofa sofa yang bersambung dan tinggi. Di satu sofa, bahkan bisa memuat empat orang.

Keheningan kembali terjadi. Aku asyik membaca buku cerita itu sambil sesekali meneguk kopiku.

Sudah lama kita tidak bertemu.. apakah kau masih mengingatku.. ?” ia membuka pembicaraan.

Masih.. Gilang kan.. ?” aku menunggu jawabannya.

wah.. hebat.. padahal, sudah dua tahun kejadin itu berlalu..” katanya sambil tersenyum riang. Kelihatannya ia senang aku mengingatnya.

Kau kan juga mengingatku”.

Bagaimana kehidupanmu setelah itu.. ?” ia terlihat antusias dengan pertannyaannya kepadaku.

Baik baik saja.. meski sedikit ada perubahan..” aku kembali membaca buku cerita.

Aku masih belum menerimannya hingga setahun yang lalu.. tapi, berangsur angsur karena waktu, aku bisa melupakannya” ia menatap ke luar jendela.

Jangan di pikirkan.. itu akan membuat kamu makin mengingat kejadian itu.. meski aku tidak tau apa yang terjadi, tapi aku mengerti apa yang ada di hatimu..” ia cuma tersenyum menatapku saat mengatakan hal tersebut.

Dalam keheningan selanjutnya, tak terasa hujan sudah reda. Tak ada kata kata lagi di antara kami saat ini. Aku sudah selesai dengan buku ceritaku. Aku memutuskan untuk pergi.

Aku duluan.. permisi..” kataku mulai membereskan barang barangku.

Oh.. hujan masih gerimis..” ia sedikit kaget dengan kata kataku. Entah apa yang ada di benaknya.

Aku ada urusan.. duluan..” aku beranjak dari meja.

Tunggu..” ia menarik lenganku. Aku menoleh kepadanya.

Kau belum menyebutkan namamu.. boleh aku tau siapa namamu.. ? mungkin kita akan bertemu lagi nanti.. ?” ia benar benar terlihat mengharap harapkannya.

Sheila..” kataku lirih.

Nama yang bagus..” ia berkata sambil melepas genggamannya.

Terimakasih..” aku pun berlalu begitu saja. Namun tiba tiba ia menghampiriku yang hampir keluar dari kafe.

Sheila ! !” ia berlari menghampiriku.

Ada apa ?” kataku terheran heran.

Boleh aku tau no. Hp mu ? Siapa tau aku nanti butuh nasehatmu lagi.. ?” ia berkata sambil tersenyum senyum.

Aku tidak punya Hp..” aku menjawabnya lirih karena gengsi.

Hah.. ?” ia berkata dengan kaget. Mungkin ia berpikir aku orang yang ketinggalan jaman karena jaman sekarang orang seperti aku masih tak memiliki Hp. Mungkin.

Tapi, datanglah ke taman yang ada di komplek Harun sore hari.. aku ada di sana waktu itu..”

Oke Sheila..” ia tersenyum yang menurutku mirip dengan Ferdi. Tiba tiba aku mulai kalut lagi. Oh tuhan.. bayangannya kini mulai ada lagi di pikiranku. Namun aku sedikit senang dengan senyumnya itu yang menurutku lembut seperti senyum Ferdi.

Aku keluar dengan santai dari kafe tersebut. Dia menatapku dari balik pintu kaca itu. Aku menatapnya sekilas. Aku tak mengerti apa maksud tatapannya itu padaku. Namun aku yakin, aku bisa kenal baik dengannya. Gilang ya.. menyenangkan..



Sheila... kau itu sangat kuat.. tapi, jika kau ingin bersedih, bersedihlah.. tak akan ada yang melarangmu lagi.. tapi, kau janji kan tak akan menagis lagi.. ? aku paling tidak mau melihat mu menangis” tangannya menyentuh pipiku. Hangat.. seperti itu sentuhan tangannya.

Kau janji kan, tak akan menagis.. kau itu kan kuat.. tegar.. kau bukan wanita yang lemah Sheila..” ia masih menatapku lembut. Ku pejamkan mataku. Aku ingin merasakan lagi sentuhan tangannya yang lembut dan hangat menyentuh pipiku.

Aku.. tak akan menangis Fer..” aku menatapnya penuh arti. Aku sangat menyayanginya.

Ia tersenyum padaku. Senyumnya yang hanya di berikannya kepadaku.

Maaf Sheila..” ia semakin menjauh dariku.. semakin jauh.. jauh.. dan jauh..

Jangan tinggalkan aku ! !”

Ku buka mataku. Mimpi.. aku merasa peluh membasahi tubuhku. Ku tatap remang remang kamar yang gelap itu. Perlahan, ku titikkan air mataku.

Jangan menagis Sheila..” itu kata kata yang ia ucapkan.. aku tak boleh menangis. Tak boleh. Tapi.. aku ingin menangis sekarang. Jika tidak aku akan menderita.

Ku tatap di luar jendela. Hari masih gelap. Bulan yang terang. Bersinar tanpa menutupi awan.. kau juga tau kan.. bahwa aku sangat menyayangimu..

Aku kembali mengeluarkan air mataku. Tak sanggup rasanya. Rasanya sentuhan tangannya masih terasa hingga saat ini di pipiku. Setiap kali ia menenangkanku, aku begitu menyukainya. Kututup wajahku dengan tangan. Aku tak ingin terlihat menagis oleh siapapun, bahkan oleh rembulan itu. Aku ingin mengatakan selama ini, bahwa aku benar benar sudah tak sanggup. Dua tahun memang panjang, namun bagiku tetap tak cukup untuk menghapusnya dari diriku. Kenangannya yang panjang membuat aku harus benar benar tersiksa. Masih ku ingat jelas. Sangat jelas. Wajahnya, sikapnya, dirinya, perasaannya. Rasanya kejadian itu baru terjadi kemaren dan aku masih bersamanya. Aku tau sejak awal bahwa aku tak akan lama bersamanya, aku sudah siap akan rasa sakit itu, namun tak pernah terbayangkan ternyata sesakit ini. Aku salah telah mengatakan bahwa aku akan baik baik saja setelah itu. Namun ternyata tidak. Aku sudah lelah akan semua yang ku tau tak akan mungkin ku gapai. Demi tuhan aku muhon.. hapuslah dia, seperti yang ia inginkan kepadaku. Ku muhon tuhan, aku ingin gantilah dia dengan yang lain..



Ternyata benar kau ada di sini.. aku mencari cari tempat ini tadi..”

Ku tengok siapa yang berbicara kepadaku. dan aku menyunggingkan senyum kepadanya.

Gilang..” aku mempersilahkan dia duduk di bangku taman itu.

Ternyata kau suka tempat yang seperti ini ya.. ? angin yang sepoi sepoi dan tepat di tempat yang paling tinggi.. pemandangannya juga strategis” ia berkomentar berkeliling.

Begitulah..” aku memandang lurus, melihat seluruh kota dari sana. Langit terlihat sangat luas.

Taman ini sepi, karena memang kurang banyak orang yang tau, apa lagi, di sini tempatnya komplek orang yang kelihatan sibuk semua. Aku melihat rumah rumah di sini kelihatan tertutup, seperti tempat untuk tidur saja..” ia terlihat serius namun lucu saat mengatakanya.

Benarkah.. ? berarti kau belum tau tuh..” aku memandangnya dengan masih tersenyum.

Apa.. ?” ia menatapku penuh penasaran. Terlihat jelas dari wajahnya. Melihatnya aku jadi merasa lucu dan tertawa.

Hei.. jangan dianggap lucu ! Ini tidak lucu sama sekali” wajahnya sedikit bingung.

Aku berhenti tertawa. Ku tatap ia yang berwajah mulai sendu. Rasanya ini mulai serius. Ku tatap langit lagi. Mataku menatap kosong ke udara. Ku coba menggapai udara, dan ku hirup dalam dalam.

Ada apa kau ke sini.. ? ada masalah.. ?”

Apakah aku terlihat seperti sedang ada masalah ?” ia menatapku dalam. Ku balas menatapnya dengan bingung.

Kelihatan jelas..” aku menunjuk wajahnya. Ia meraba raba wajahnya.

Aneh ?” tatapannya seakan berat.

Maukah kau menemaniku ? maksudku, temani aku duduk saja.. aku mau menikmati pemandangan.. silahkan kalau kau mau melakukan sesuatu yang lain..” eksprinya berubah jadi penuh beban. Ia terlihat menatap kelangit dengan tatapan kosong. Aku tau perasaanya sekarang. Jadi aku tak akan mau mengganggunya.

Baiklah.. terserah kau saja..” ku ambil buku yang ada di sampingku. Aku membaca dengan santai. Sepertinya ia tak mau di anggap sedang berada di sana.

Aku benar benar tak bisa berpaling lagi.. aku akan menghadapi kenyataan ini.. aku tak akan lari.. apakah menurutmu aku akan baik baik saja.. ?” ia menatapku ingin meminta jawaban dariku dan sedang menunggu nunggunya.

Aku tak tau masalahnya, jadi tak ada komentar untuk itu” dalam hati memang aku masih merasa penasaran dengan apa yang ia pikirkan.

Apakah lebih baik ku ceritakan padamu.. ?” sejenak ia berpikir bingung menatapku.

Terserah menurut yang kau yakini” aku cuma tersentum tanda pemberian pendapat.

Ia menatap langit sejenak dan memandangku.

Sedikit masalah di perasaan.. kau tau, di paksa melakukan hal yang tak aku inginkan.. tapi setelah yang kepikir pikir, ternyata baik untuk sama depanku..” keraguan terlihat jelas di matanya.

Lakukan apa yang kau yakini.. apa yang kau sukai.. apa yang kau kehendaki, itu saja, maka kau tak akan menyesal dengan dalam..”

Sepertinya kau sudah jauh lebih matang dari aku ya.. ?” sekilas, cahaya matanya memmbuat aku teringat dengan Ferdi. Buru buru aku menatap ke lain arah. Aku tau mau mengingatnya sekarang.

Tolong jangan menatapku seperti itu.. kau membuat aku menjadi mimpi buruk..”

Senyummu juga membuat aku ingin menangis, Sheila” ia tau apa yang ia ucapkan. Aku mengerti raut wajahnya yang serius itu.

Dia cinta pertamamu.. ?” ia mngejukan pertanyaan yang menurutku aneh.

Ya..” aku menatapnya bingung.

Sama.. kau tau, kita memiliki banyak persamaan.. salah satunya yang membuat hati kita terluka, kita ditinggalkan oleh orang yang benar benar kita cintai..” beberapa menit berlalu dengan keheningan. Aku menatapnya tak percaya sekaligus kagum dengan intuisinya yang menggelikan menurutku.

Kita tak sama, kita berbeda.. ku pikir kita mirip, namun ternyata berbeda..” aku tertawa kecil merasakan kegelian itu.

Ia mengerutkan keningnya. Membuat aku berhenti tertawa. Aku jadi merasa melankoli lagi.

Ada kalanya kau akan merasakan cinta pertama setelah cinta pertama”

Begitukah.. ?” ia heran menatapku.

Kita sama sama sakit, namun rasanya, rsa sakit kita berbeda..” sebelum ia mengatakan sesuatu yang membuat aku merasa ada di dimensi yang lain, aku memutuskan untuk pergi. Aku beranjak dari kursi itu dan melangkah pergi. Namun ia menarik tanganku.

Jangan pergi, ku mohon..” ia memperlihatkan wajah memelas kepadaku.

Remember me”ia membisikkan kalimat itu kepadaku. mendengarnya, membuat hatiku merasa begitu sakit. Aku melepas gengaman tangannya dan berjalan maju terus.

Aku memang masih melihat sosoknya. Ia terlihat begitu lemas.




Sheila.. maukah kau bersama ku.. ?” ia membelai rambutku. Bagiku, saat itu ia terlihat sangat tulus.

Memang kenapa kalau aku bersamamu.. ?” aku menjawab acuh tak acuh. Aku tak begitu perduli dulu. Sekarang, melihat kejadian itu lagi di mimpiku membuat aku ingin mengulangnya lagi dan langsung menjawab “Ya” untuknya.

Karena kau istimewa” senyumnya sangat lembut. Ku tatap lekat wajahnya saat ia tersenyum padaku. Hatiku bergetar. Aku ingin melihatnya lagi.

Bertahanlah, jangan menyandarkan semuannya kepadaku.. kau tau ? Kau bisa saja membuat aku semakin sakit.. kau mengerti ?” waktu itu aku tersenyum saying kepadanya dan menatapnya lembut. Aku benar benar ingin mengulangnya lagi. Tanpa sadar ku teteskan air mataku. Aku menutup wajahku. Aku menyesal. Aku tak terlambat, tapi aku benar benar menyesal. Bisakah aku menatapmu lagi.. ? saat ini aku benar benar merindukanmu.

Kau wanita yang kuat, Sheila..” ia ada di depanku sambil tersenyum menatapku. Dia memberikan tangannya kepadaku. Tanpa rasa ragu, ku gapai tangannya. Hangat. Dia tersenyum. Senyum yang hanya ia berikan padaku. Ya.. aku menginginkannya. Ku peluk erat tangannya. Ia membelai rambutku. Sentuhannya begitu lembut. Menyisakan setiap kenangan yang begitu panjang. Berterbangan, namun masih tetap di sekitarku.

Ia tersenyum menatapku. Rasanya aku tau arti senyumnya itu. Ku gapai wajahnya. Masih terasa akan kehangatannya. Dengan sangat jelas.

Kau.., masih mengingatku Sheila.. ?” ia masih tersenyum untukku.

Selama dua tahun, aku tak pernah bisa melepaskan diriku darimu. Dan tak akan pernah” aku yakin mengatakan itu padanya. Aku tau ia mengetahui itu dari wajahku. Aku sangat serius di setiap kata kataku untuknya.

Ia memelukku erat. Kehangatan tubuhnya membuat aku merasa diterpa perasaanku yang dulu. Perasaan dimana aku mencintainya. Sama seperti dulu, dan tak berubah sama sekali.

Maukah kau ikut bersamaku.. ?” tatapannya membuat aku yakin, namun entah kenapa, perasaanku menjadi suram saat hendak mengatakannya. Tidak.. jangan berakhir.. ku mohon.. aku masih memiliki waktu.. jangan tinggalkan aku..

Sheila.. kau baik baik saja.. ? sepertinya kau sakit ? Tubuhmu berkeringat banyak” Hana membangunkanku. Ku tatap langit langit kamarku. Tanpa sadar, ku teteskan air mataku. Mengalir begitu saja. Tanpa ada beban.

Ferdi..” aku berkata sambil menatap keluar jendela. Mendengar kata kataku, Hana terlihat terkejut. Ia sepertinya mencemaskan aku.

Kau baik baik saja.. ? sepertinya kau sakit..”

Tak apa.. aku baik baik saja”

Hana menghela nafasnya panjang.

Tumben kau membangunkan aku setelat ini.. ada apa ?”

Biasa saja tuh !”

Oh.. biasa saja tuh..” aku menatap Hana dengan tajam. Aku berpikir lebih baik aku tau sekarang.

Jangan memancingku Sheila !” kelihatanya Hana sedikit terganggu.

Ya ya ya.. jangan memancingku Hana !” aku mengatakan hal yang mungkin membuatnya geli.dia tertawa sangat keras setelah itu.

Menggelikan ! Dan berhentilah tertawa !” aku sengaja membentaknya lagi karena sebal, tapi itu membuat dia makin tertawa gelak kepadaku. tapi, aku senag ia tertawa seperti itu. Kapan lagi aku bisa melihatnya ?.



Sheila ! Jalan yuk !” Elise datang ke rumahku dan tersenyum riang membujukku.

Malas..” aku acuh tak acuh.

kau malas malasan ! Hei, apa yang kau perbuat di rumah ? Kerjaanmu kan sudah beres, ayolah...” memberikan alasan yang bagus dan logis adalah kebisaannya.

Kemana ? Ku harap itu tak akan mengeluarkan keringat”.

Ya kemana kek ? Ke kafe ? Mal ? Tempak karaoke ? Atau.. ta..”

Jangan ke taman ! Aku malas melihat orang pacaran !” belum sempat Elise berucap, aku sudah meulainya lagi.

Ke warnet saja ! Lagipula kan dekat… onkosnya juga sedikit kan ? Tidak keluar keringat dan menyenangkan..” aku menatapnya tajam.

Yah.. setiap kali kamu aku suruh selalu saja warnet ! Adakah yang lebih berkualitas ? Hello Sheila.. jalan jalan itu bukan berti warnet kan ? Melulu doang ! Huh..”

kan sudah aku bilang aku malas sama kamu ? Ya itu pilihan buat orang malas loh !”

yah.. Sheila payah ! Ayolah..”

Setelah dengan pembicaraan yang cukup alot, akhirnya aku bisa pergi juga. Elise tampak sangat senang.

kau mau bawa aku ke mana ? jangan yang tempat aneh ! Aku enggak suka !”

Aku merengut. Malas sekali rasanya.

Kafe doank kok ! “

oh…”


Tak berapa lama kafe yang kami tuju sudah kelihatan. Namun ketika melihat dari kaca jendela kafe dari kejauhan aku melihat seseorang yang aku kenal duduk dengan santai di sana. Melihatnya aku seperti ingin kabur saja rasanya. Kenapa wanita itu ada di sana ?.

Elise, ke tempat yang lain saja ya ? aku malas ! kayaknya kafenya enggfak nyaman..”

lho ? kenapa ? itu kafe bagus banget lagi ! es krim di sana enak banget ! makanya aku mau ke sana ! udah deh Shel… emang kenapa sih ? “ Elise sedikit kesal dengan tingkahku.

Lis.. please.. “ aku memohon kepadanya dengan wajah sedih. Aku benar benar tak mau berurusan dengan wanita itu lagi ! Cuma akan membuat aku makin sengasara saja.

ada apa Shel.. ? kamu lihat sesuatu ?” Elise mulai mengerti maksudku.

April ada di sana. Aku enggak mau bertemu dengan dia.. itu aja.. kamu tau kan ?” aku memandan jenuh pada kafe itu. Benar benar menjengkelkan.

oh…” Elise diam. Aku tau dia sangat ingin ke sana. Melihat sikapnya aku terpaksa mengutakan diri saja ke sana.

Ya udah.. kayaknya kamu kepengen ya.. ?” aku mencoba tersenyum padanya.

boleh ? enggak apa nih ? kamu kan sama April..”

ya udah deh Lis.. kayaknya dia udah mau pergi juga”


Dengan malas aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kafe tersebut.

Ku lihat suasananya yang nyaman sangat mendukung. Tenang. Kami mengambil tempat di pojokan dekat taman yang ada di dalam kafe. Aku berharap April bisa pergi. Secepatnya.

Namun doaku sepertinya tidak sesauai kenyataan. Aku malah tak sengaja bertatapan dengannya.

Dia terlihat kaget dan kemudian menyunggingkan senyum khasnya, yang membuat aku sakit.

Dia menghampiri kami denganj tenang dan terkesan anggun sebisa mungkin di hadapanku.

udah lama banget kita enggak ketemuan ya.. ada dua tahun ya Shel… “

dengan santainya ia menyapaku dengan lembut. Tak ada kata kata yang di ucapkan dengan baik di mulutnya manurutku. Semuanya adalah kata kata penghinaan di telingaku. Elise Cuma senyum acuh tah acuh saat April menghampiriku.

apa kabar Elise.. ?” ia berpindah ke Elise.

seperti yang elo lihat sekarang Ril…” sentum Elise seperti malas malasan. Aku tau ia juga tak suka dengan kehadiran April.

well.. gimana nasib loe Shel setelah Ferdy enggak ada ? gue lihat loe kuyu banget ! tapi ya.. emang ada banget perubahannya ya setelah Ferdy enggak ada.. ?” mulailah kata katanya. Aku merasa terganggu dengannya. Tolonglah aku.. jauhkan wanita ini dari hadapanku. Siapa saja dan bagaimana saja !.

April.. ayo..” seseorang memanggilnya dari belakang. Hah.. akhirnya.

oh ya.. kenalin cowok baru gue…” April memandang kami dan kemudian menyuruh laki laki itu ke tempat kami.

Terserah. Yang penting aku tertolong dari topic yang membuat aku muak itu. Namun sepertinya harapanku itu terlalu berlebihan, karena pacar baru April adalah orang yang aku kenal.

Gilang.. kenalin.. ini teman teman aku.. lebih tepatnya sih teman lama..” ia menggandengan laki laki itu di hadapanku.

eh.. Sheila ya.. ?” Gilang menatapku terkejut. Lebih lebih aku. Gilang adalah kekasih April. Aku memang tak terlalu perduli, tapi ini benar benar suatu kejutan tersendiri.

wah.. lama enggak ketemu ya Sheila..” ia terlihat senang.

kamu udah kenal sayang ?” kata kata mesra mulai keluar dari mulutnya. Aku muak dengannya.

ia.. aku ketemu pas pemakaman adik sepupu aku yang dulu”

oh.. saat pemakaman Ferdy ya.. ?” ia ketus memandang kepadaku.

masih kamu ingat dia ya Shel ? ya ampun.. berarti kamu waktu itu masih jadian sama Ferdy ? kasihan amat sih kamu, yah.. kamu kan make bekas aku. Kamu bersikeras bersama Fardy walau tahu laki laki itu penyakitan”

Mendengar kata katanya aku seperti di tusuk. Aku benar benar marah. Bisa bisanya ia mengatakan hal itu dengan entengnya. apakah ia juga sudah lupa dengan apa yang sudah dilakukan Ferdy untuknya? Apakah Ferdi benar benar sudah ia lupakan ? aku iri dan benci jika aku tau hal itu. Sekarang.

Semua yang ada di sana hening. Pelayang menghantarkan pesanan kami. Memecah keheningan.

April memang keterlaluan.

ayo sayang.. kita pulang.. sepertinya suasananya enggak enak” kemudian ia pergi dengan Gilang. Yah.. dengan entengnya tanpa minta maaf atau semacamnya saparti itu.

kamu enggak apa kan ? enggak usah di pikirin si April” Elise menggenggam tanganku.

udah.. dia Cuma bicara sedikit aja kok kamu kayak gitu sih ?” aku tahu Elise juga tak nyaman dengan April.

kamu tau kan? Dia tuh bermaksud menghina aku! Dari tingkahnya aja aku udah tau !” setelah itu aku Cuma diam. April memang keterlaluan. Aku tau memang betapa berjasanya ia atas hubungan kami. Dia orang yang mengenalkan aku dengan Ferdy awalnya. Namun ia juga yang membuat kamu hampir saja berpisah. Dia. Dia sumber masalah selama ini. Tapi aku tak bisa begitusaja mencapnya dengan tak baik. April mundur dengan berkala dalam kehidupan kami. manun ia masih meninggalkan luka yang sangat dalam di hati Ferdy saat itu. April memang tak berubah.


Sheila.. maaf ya.. jalan jalannya jadi enggak enak.. seharusnya kita enggak ke sana aja tadi.. aku yang keras kepala sih”

enggak apa kok..” aku berusaha survive lagi.

beneran..?” Elise tampak begitu menyesal.

ia..” segala usaha ku buat untuk tersenyum di hadapannya.

Lise.. aku turun di sini aja ya.. ? aku mau jalan sampai ke taman.

ok..” mobil itu menepi dan menurunkanku. Entah apa lagi yang harus ku ucapkan kepada Elise.

Sheila..” Elise menatapku. Entah apa maksud yang ingin ia sampaikan. Namun tatapannya membuatku makin tak tahan. Jika bisa aku ingin segera pergi dari hadapannya saja.

Aku Cuma bisa tersentum kecut dan berlalu.


ini masih ada sambungannyaaa... dukung dengan saran yang baik yaa untuk kelanjutannya.. soalnya masih belum kelar ini cerpen... ^o^b

Tidak ada komentar:

Posting Komentar